TAFSIR
TARBIYAH KONSEP-KONSEP PENDIDIKAN KONSEP TARBIYAH, TA`LIM, TAZKIYAH, TILAWAH
Tafsir Tarbiyah
KONSEP-KONSEP PENDIDIKAN
Konsep Tarbiyah, Ta`lim, Tazkiyah, dan Tilawah
A. Pengantar
Al
Quran memiliki konsep tarbiyah yang unik, di dalamnya juga terdapat
prinsip-prinsip pokok tarbiyah yang unik, keduanya memiliki perbedaan yang
cukup besar.
Adapun
konsep tarbiyah dalam Al Quran adalah jalan yang diampukan oleh Al Quran kepada
semua umat Islam agar megikutinya dan berpegang teguh padanya. Adapun
prinsip-priinsi pokok tarbiyah adalah seperangkat hukum, aturan dan nilai yang
dibangun dan didakwahkan oleh Islam, dalam rangka membangun kepribadian, akhlak
dan prilaku mereka, yang tercakup dalam hukum halal dan haram, aneka nilai
akhlak yang diajarkan dan didakwahkan oleh Al Quran.
Sedang
yang kami maksud konsep tarbiyah disini adalah konsep yang diampu oleh Al
Quran, bukan yang disentuh oleh ajaran Islam secara umum.Karena Islam adalah
agama yang secara garis besar aadalah konsep tarbiyah umat Islam secara
menyeluruh, yang mewarnai jiwa, raga dan akal pikirannya, untuk meningkatkan
kepribadiannya pada derajat fitrah yang hakiki.
Konsep
tarbiyah yang menjadi tema bahasan kita dalam buku ini, terbagi ke dalam cabang
dan bagian-bagian yang beragam banyaknya, akan menjadi panjang dan lama jika
kita membahasnya dengan rincian dan detail-detailnya.
Kita
akan mengambil prinsip-prinsip pokok dan pendukungnya secara global, dan
membahsnya dengan tuntas, agar jelas dalam pandangan kita betapa pentingnya
prinsip-prinsip ini dalam lingkup tarbiyah secara umum, dan jelas pula betapa
butuhnya para murabbi di setiap medan tarbiyah pada prinsip-prinsip tersebut,
sebagai panduan dan pendukung mereka dalam melakukan proses tarbiyah.
Pemahaman
kita akan prinsip-prinsip ini akan memabawa kita kepada studi dan analisa lebih
lanjut, lalu membuahkan nilai bagi konsep tarbiyah yang baru dan smart yang
mana setiap ulama tarbiyah harus mengetahuinya, semenjak tarbiyah menjadi
disiplin ilmu tersendiri, semenjak tarbiyah memiliki urgensi dalam tataran
pengajaran dan pendidikan, dengan melihat ragam dan jenjang tarbiyah itu
sendiri.
Inilh
yang kami maksud dengan “Konsep tarbiyah dalam Al Quran” di buku kami yang
ringkas dan sederhana ini.Bertolak pada penjelasan di atas, ada tiga prinsip
dasar tarbiyah yang dibangun dalam konsep tarbiyah Al Quran, ketiga prinsip
dasar itu adalah pertama muhakamah aqliah.Kedua ibrah dari sejarah, ketiga
menggugah emosi.
Semua
model tarbiyah yang kita dapatkan dalam Al Quran bermuara pada satu dari tiga
prinsip dasar tarbiyah di atas, beredar dalam poros dan berjalan sesuai dengan
salah satu dari tiga prinsip dai atas.
Dalam
prakteknya ketiga prinsip dasar tarbiyah selalu terpisah, namun kesatuan dari
ketiganya mencerminkan tangga yang harus kita pakai dalam menaikkan kepribadian
dan akal pada posisi yang lebih tinggi dan mulia, yang mana fitrah kemanusiaan
selalu cenderung padanya..
Akal
saja tidak cukup untuk menumbuhkan kepercayaan diri, selama tidak ada dukungan
realita yang menguatkannya, yang tercemin dalam sejarah dengan peristiwa dan
ibrah yang selalu menyertainya. Bahkan ketika hati kita telah merasa kepercayaan
diri, belumlah akan menjaadi tertarah dan terdorong, kecuali setelah ada
tentara dan prajurit emosi dan perasaan yang kami sebut dengan menggugah emosi.
Jika
tiga faktor ini terpenuhi dalam diri setiap anak manusia, dan membeikan panduan
yang jelas kepada satu jalan, maka tidak akan ada rintangan ataupun halangan
berarti dalam mencapai tujuannya.
Kita
tidak akan terjauhkan dari hakikat sesuatu, terhalang untuk sampai pada tujuan
hakikat tersebut, kecuali apabila salah satu dari ketiga faktor di atas tdak
menunjukkan perannya dengan baik dalam menemukan, menyingkap dan memudahkan
jalan pada hakikat ini.
Kita
akan lihat pada bab-bab yang akan datang, bagaimana Al Quran memberikan
sentuhan tiga faktor di atas dalam mendidik manusia, menggiring mereka pada
jalan kebenaran dan kebahagiaan.
Dialog Aqliah
Dialog aqliah Al Quran bisa kita lihat dari tiga sisi berikut ini :
Pertama, pengenalan jati diri manusia
Al
Quran memulai dialognya bersama manusia dengan mengarahkann mereka pada
perenungan dan penghayatan akan jati diri mereka, dan berbicara tentang asal
muasal, hakikat diri, pertumbuhan dan perkembangannya.
Hal
ini secara jelas kita lihat di ayat pertama Al Quran yang turun, sebagaimana
kita lihat pada lembaran-lembaran pertama Al Quran dari sisi penulisan secara
tertib dan urut. Ayat pertama yang turun berisi pengenalan manusia dan jati
dirinya, Allah swt berfirman :
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي
خَلَقَ (1) خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ (3)
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya” .(QS. Al Alaq : 1-5)
Kita
perhatikan Allah tidak menunjukkan rububiyyah dan keesaan-Nya kepada manusia
untuk awal ayat yang turun ini, namun Allah justru menunjukkan manusia kepada
jati diri, asal muasal dan proses kejadiannya.
Begitu
juga lembaran pertama Al Quran dari surat Al Baqarah, yang merupakan surat
pertama dalam Al Al Quran (setelah ummul kitab), berisi tentang pengelompokan
manusia dalam kehidupan di dunia ini, ada kelompok manusia beriman, kelompok
manusia kafir dan kelompok manusia munafik, lalu sejarah perkembangan dan akhir
kehidupann mereka.
Peringatan
Allah kepada manusia akan jati dirinya dalam ayat di atas akan selalu berulang
dalam surat-surat yang lain, jika kontek surat membutuhkan dalil adanya alam
semesta dan realitas umat manusia, sebagai bukti bagi wujudnya Allah sang
Khaliq, keesaan-Nya sekaligus juga hari akhir dengan segala kejadian dan
peristiwa yang melingkupinya.
Ini
adalah prolog yang memiliki nilai tarbiyah sangat penting, karena semua
pengetahuan yang didapatkan manusia pada hakikatnya adalah buah dari
pengetahuan sebelumnya, yakni pengetahuan akan jati dirinya. Tanpa pengetahuan
awal ini, manusia tidak akan menemukan timbangan yang valid bagi pengetahuan
yang berkembang dibawahnya. Kalau kita tidak yakin dengan akal dan tugasnya,
maka kita tidak akan percaya kata-kata dan hasil pemikirannya, kalau bukan
karena pengetahuan kita akan jati diri kita yang terdiri dari unsur ruhani dan
jasmani, maka kita tidak akan sampai pada pengetahuan tentang hakikat alam
semesta yang bertebaran di sekitar kita, dan kita tidak akan memahami hubungan
kita dengan alam semesta.
Begitulah...apabila
pengetahuan kita akan hakikat diri kita itu baik dan benar, maka pengetahuan
kita akan alam semesta ini akan baik dan benar pula.
Sebaliknya,
jika kita tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang jati diri kita dan
batasan-batasannya, maka kita juga tidak akan sempurna dalam memahami uluhiyyah
Allah, tidak akan benar aqidah kita tentang alam semesta, awal dan akhir
perjalanannya, karena kepercayaan diri kita merupakan sumber bagai kepercayaan
kita kepada setiap teori dan aturan hukum yang kita hasilkan. Apabia pencari
kebenaran tidak yakin dengan diri dan akal yang ia punya, atau dalam kondisi
yang tidak benar, maka akan hilanglah semua keyakinan akan ilmu dan pengetahuan
dalam dirinya, dan kalaupun ilmu pengetahuan itu ia dapatkan, pasti penuh
dengan kesalahan.
Mari kita renungkan ayat-ayat
berikut ini :
فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ
خُلِقَ (5) خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ (6) يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ
وَالتَّرَائِبِ (7) إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ لَقَادِرٌ (8)
“Maka
hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?Dia diciptakan dari
air yang dipancarkan, Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang
dada perempuan.Sesungguhnya Allah benar-benar Kuasa untuk mengembalikannya
(hidup sesudah mati).”(1)
“Hai
manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka
(ketahuilah) Sesungguhnya kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari
setetes mani, Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari segumpal daging yang
Sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu
dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, Kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi, Kemudian (dengan
berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada
yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai
pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya Telah
diketahuinya.” (QS. Al Haj : 5)
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ
سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ (12) ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (13)
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً
فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ
أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (14)
“Dan
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian
kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta yang paling baik.” (QS. Al Mukminun : 12-14)
Jika
kita merenungi ayat-ayat ini dan yang semisal dengannya, maka ayat-ayat itu
berisikan tentang hakikat alam semesta ini, dengan keterpaduan dan
ketundukannya pada aturan Tuhan yang Esa.Ayat-ayat ini menjadi prolog dalam
menyingkap hakikat alam semesta dalam akal dan pikiran manusia.
Jika
kita bersungguh-sungguhh dalam merenungi ayat-ayat Al Quran, maka kita akan
melihat, bahwasanya Al Quran tidak akan berpanjang-panjang dan mendetail dalam
menganalisa segala hal yang berkaitan dengan alam semesta, bahwasanya Al Quran
tidak akan berbicara dengan gaya bahasa yang sangat beragam tentang awal
munculnya alam semesta dan perkembangannya, sebagaimana yang dilakukan Al Quran
ketika membahas dan membicarakan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar