a. Pengumpulan dalam Arti
Penulisannya pada Masa Nabi
Rasullullah telah mengangkat para
penulis wahyu Qur'an dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti Ali, Muawiyah,
'Ubai bin K'ab dan Zaid bin Sabit, bila ayat turun ia memerintahkan mereka
menulisnya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan
pada lembar itu membantu penghafalan di dalam hati. Disamping itu sebagian
sahabatpun menuliskan Qur'an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa
diperintah oleh nabi; mereka menuliskannya pada pelepah kurma , lempengan batu,
daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang.
Zaid bin Sabit, "Kami menyusun Qur'an dihadapan Rasulullah pada kulit
binatang."
Jibril membacakan Qur'an kepada
Rasulullah pada malam-malam bulan Ramadan setiap tahunnya. Abdullah bin Abbas
berkata, "Rasulullah adalah orang paling pemurah, dan puncak kemurahan
pada bulan Ramadan, ketika ia ditemui oleh Jibril. Ia ditemui oleh Jibril
setiap malam; Jibril membacakan Qur'an kepadanya, dan ketika Rasulullah ditemui
oleh Jibril itu ia sangat pemurah sekali. Para sahabat senantiasa menyodorkan
Qur'an kepada Rasulullah baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan."
Tulisan-tulisan Qur'an pada masa
Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf; yang ada pada seseorang belum tentu
dimiliki orang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari
mereka, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubai bin Ka'ab, Zaid
bin Sabit dan Abdullah bin Mas'ud telah menghafalkan seluruh isi Qur'an di masa
Rasulullah. Dan mereka menyebutkan pula bahwa Zaid bin Sabit adalah orang yang
terakhir kali membacakan Qur'an di hadapan Nabi, diantara mereka yang
disebutkan di atas.
Rasulullah berpulang ke rahmatullah
di saat Qur'an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti
disebutkan diatas; ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan, atau diterbitkan
ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah
dalam tujuh huruf. Tetapi Qur'an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang
menyuruh (lengkap). Bila wahyu turun, segeralah dihafal oleh para qurra dan
ditulis para penulis; tetapi pada saat itu belum diperlukan membukukannya dalam
satu mushaf, sebab Nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu ke
waktu.
Disamping itu terkadang pula
terdapat ayat yang menasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya.
Susunan atau tertib penulisan Qur'an itu tidak menurut tertib nuzulnya, tetapi
setiap ayat yang turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk
Nabi- ia menjelaskan bahwa ayat anu harus diletakkan dalam surah anu. Andaikata
(pada masa Nabi) Qur'an itu seluruhnya dikumpulkan di antara dua sampul dalam
satu mushaf, hal yang demikian tentu akan membawa perubahan bila wahyu turun
lagi. Az-Zarkasyi berkata, "Qur'an tidak dituliskan dalam satu mushaf pada
zaman Nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu,
penulisannya dilakukan kemudian sesudah Qur'an turun semua, yaitu dengan
wafatnya Rasulullah."
Dengan pengertian inilah ditafsirkan
apa yang diriwayatkan dari Zaid bin Sabit yang mengatakan, "Rasulullah
telah wafat sedang Qur'an belum dikumpulkan sama sekali." Maksudnya
ayat-ayat dalam surah-surahnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu
mushaf. Al-Katabi berkata, "Rasulullah tidak mengumpulkan Qur'an dalam
satu mushaf itu karena ia senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian
hukum-hukum atau bacaannya. Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya
Rasululah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para
Khulafaurrasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang
jaminan pemeliharaannya . Dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu
Bakar atas pertimbangan usulan Umar."
Pengumpulan Qur'an dimasa Nabi ini
dinamakan: a) penghafalan, dan b) pembukuan yang pertama.
b. Pengumpulan Qur'an pada Masa Abu
Bakar
Abu Bakar menjalankan urusan islam
sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan
dengan kemurtadan sebagian orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan
dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan
Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar sahabat yang
hafal Qur'an. Dalam peperangan ini tujuh puluh qari dari para sahabat gugur.
Umar bin Khatab merasa sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap
Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur'an
karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak
membunuh para qarri'.
Abu Bakar menolak usulan itu dan berkeberatan
melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap
membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan
Umar tersebut, kemudian Abu Bakar nenerintahkan Zaid bin Sabit, mengingat
kedudukannya dalam qiraat, penulisan pemahaman dan kecerdasannya, serta
kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali. Abu Bakar menceritakan
kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti
halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya
Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Qur'an itu. Zaid bin
Sabit melalui tugasnya yang berat ini dengan bersadar pada hafalan yang ada
dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran
(kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat pada tahun 13 H,
lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada ditangannya
hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ketangan Hafsah putri Umar. Pada
permulaan kekalifahan Usman, Usman memintanya dari tangan Hafsah.
c. Pengumpulan ini dinamakan
pengumpulan kedua. Pengumpulan Qur'an pada masa Usman.
Penyebaran Islam bertambah dan para
qurra pun tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk disetiap wilayah itu mempelajari
qira'at (bacaan) dari qari yang dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan
(qiraat) Qur'an yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan
'huruf ' yang dengannya Qur'an diturunkan. Apa bila mereka berkumpul disuatu
pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebag ian mereka merasa heran dengan
adanya perbedaan qiraat ini. Terkadang sebagian mereka merasa puas, karena
mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada
Rasulullah. Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak akan menyusupkan
keraguan kepada generasi baru yang tidak melihat Rasulullah sehingga terjadi
pembicaraan bacaan mana yang baku dan mana yang lebih baku. Dan pada gilirannya
akan mnimbulkan saling bertentangan bila terus tersiar. Bahkan akan menimbulkan
permusuhan dan perbuatan dosa. Fitnah yang demikian ini harus segera
diselesaikan.
Ketika terjadi perang Armenia dan
Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat
itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia banyak melihat perbedaan dalam cara-cara
membaca Qyr'an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi
masing-masing memepertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang
setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan.
Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara menghadap Usman dan melaporkan
kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga memberitahukan kepada Huzaifah
bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi pada orang-orang yang mengajarkan
Qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh, sedang diantara mereka
terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini
karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan
perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran yang pertama yang
ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat islam pada lembaran-lembaran itu dengan
bacaan tetap pada satu huruf.
Usman kemudian mengirimkan utusan
kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya) dan Hafsah
pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian Usman memanggil Zaid
bin Sabit al-Ansari, Abdullah bin Zubair, Said bin 'As, dan Abdurrahman bin
Haris bin Hisyam. Ketiga orang terkahir ini adalah orang Quraisy, lalu
memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan
pula agar apa yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang quraisy itu ditulis
dalam bahasa Quraisy, karena Qur'an turun dengan logat mereka.
Dari Anas, bahwa Huzaifah bin
al-Yaman datang kepada Usman, ia pernah ikut berperang melawan penduduk Syam
bagian Armenia dan Azarbaijan bersama dengan penduduk Iraq. Huzaifah amat
terkejut dengan perbedaan mereka dalam bacaan, lalu ia berkata kepada Usman,
"Selamatkanlah umat ini sebelum mereka terlibat dalam perselisihan (dalam
masalah kitab) sebagaimana perselisihan orang-orang yahudi dan nasrani."
Usman kemudian mengirim surat kepada Hafsah yang isinya, "Sudilah kiranya
anda kirimkan lemgbaran-lembaran yang berisi Qur'an itu, kami akan menyalinnya
menjadi beberapa mushaf, setelah itu kami akan mengembalikannya." Hafsah
mengirimkannya kepada Usman, dan Usman memerintahkan Zaid bin Sabit, Abdullah
bin Zubair, Sa'ad bin 'As dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam untuk
menyalinnya.
Mereka pun menyalinnya menjadi
beberapa mushaf. Usman berkata kepada ketiga orang Quraisy itu, "Bila kamu
berselisih pendapat dengan Zaid bin Sabit tentang sesuatu dari Qur'an, maka
tulislah dengan logat Quraisy karena qur'an diturunkan dengan bahasa
Quraisy."
Mereka melakukan perintah itu.
Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi beberapa mushaf, Usman mengembalikan
lembaran-lembaran asli itu kepada Hafsah. Kemudian Usman mengirimkan kesetiap
wilayah mushaf baru tersebut dan memerintahkan agar semua Qur'an atau mushaf
lainnya dibakar. Zaid berkata, "Ketika kami menyalin mushaf, saya teringat
akan satu ayat dari surah al-Ahzab yang pernah aku dengar dibacakan oleh
Rasulullah; maka kami mencarinya, dan aku dapatkan pada Khuzaimah bin Sabit
al-Ansari, ayat itu ialah:
'Di antara orang-orang mu'min itu
ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah.'
(al-Ahzab: 23)
lalu kami tempatkan ayat ini pada
surah tersebut dalam mushaf."
Berbagai atsar atau keterangan para
sahabat menunjukkan bahwa perbedaan cara membaca itu tidak saja mengejutkan
Huzaifah, tetapi juga mengejutkan para sahabat yang lain. Dikatakan oleh Ibn
Jarir: 'Ya'kub bin Ibrahim berkata kepadaku: Ibn 'Ulyah menceritakan kepadaku:
Ayyub mengatakan kepadaku: bahwa Abu Qalabah berkata: Pada masa kekahlifahan
Usman telah terjadi seorang guru qiraat mengajarkan qiraat seseorang, dan guru
qiraat lain mengajarkan qiraat pada orang lain. Dua kelompok anak-anak yang
belajar qiraat itu suatu ketika bertemu dan mereka berselisih, dan hal demikian
ini menjalar juga kepada guru-guru tersebut.' Kata A yyub: aku tidak mengetahui
kecuali ia berkata: 'sehingga mereka saling mengkafirkan satu sama lain karena
perbedaan qiraat itu,' dan hal itu akhirnya sampai pada khalifah Usman. Maka ia
berpidato: 'Kalian yang ada di hadapanku telah berselisih paham dan salah dalam
membaca Qur'an. Penduduk yang jauh dari kami tentu lebih besar lagi
perselisihan dan kesalahannya. Bersatulah wahai sahabat-sahabat Muhammad,
tulislah untuk semua orang satu imam (mushaf Qur'an pedoman) saja!'
Abu Qalabah berkata: Anas bin Malik
bercerita kepadaku, katanya : 'aku adalah salah seorang di antara mereka yang
disuruh menuliskan,' kata Abu Qalanbah: Terkadang mereka berselisih tentang
satu ayat, maka mereka menanyakan kepada seseorang yang telah menerimnya dari Rasulullah.
Akan tetapi orang tadi mungkin tengah berada di luar kota, sehingga mereka
hanya menuliskan apa yang sebelum dan yang sesudah serta memniarkan tempat
letaknya, sampai orang itu datang atau dipanggil. Ketika penulisan mushaf telah
selesai, Kahlifah Usman menulis surat kepada semua penduduk daerah yang
sisinya: 'Aku telah melakukan yang demikian dan demikian. Aku telah
menghapuskan apa yang ada padaku, maka hapuskanlah apa yang ada padamu.'
Ibn Asytah meriwayatkan melalui
Ayyub dari Abu Qalabah, keterangan yang sama. Dan Ibn Hajar menyebutkan dalam
al-Fath bahwa Ibn Abu Daud telah meriwayatkannya pula melalui Abu Qalabah dalam
al-Masahif.
Suwaid bin Gaflah berkata: 'Ali
mengatakan: 'Katakanlah segala yang baik tentang Usman. Demi Allah apa yang telah
dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Qur'an sudah atas persetujuan kami. Usman
berkata : 'Bagaimana pendapatmu tentang qiraat ini? Saya mendapat berita bahwa
sebagian mereka mengatakan bahwa qiraatnya lebih baik dari qiraat orang lain.
Ini telah mendekati kekafiran. Kami berkata: 'Bagaimana penadapatmu? Ia
menjawab: 'Aku berpendapat agar manusia bersatu pada satu mushaf, sehingga
tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan, kami berkata: Baik sekali
pendapatmu itu.
Keterangan ini menunjukkan bahwa apa
yang dilakukan Usman itu telah disepakati oleh para sahabat. Mushaf-mushaf itu
ditulis dengan satu huruf (dialek) dari tujuh huruf Qur'an seperti yang
diturunkan agar orang bersatu dalam satu qiraat. Dan Usman telah mengembalikan
lembaran-lembaran yang asli kepada Hafsah, lalu dikirimkannya pula pada setiap
wilayah yaitu masing-masing satu mushaf. Dan ditahannya satu mushaf untuk di
Madinah, yaitu mushafnya sendiri yang dikenal dengan nama "mushaf
Imam".
Penamaan mushaf itu sesuai dengan
apa yang terdapat dalam riwayat-riwayat dimana ia mengatakan: " Bersatulah
wahai umat-umat Muhammad, dan tulislah untuk semua orang satu imam (mushaf
Qur'an pedoman)." Kemudian ia memerintahkan untuk membakar mushaf yang
selain itu. Umatpun menerima perintah dengan patuh, sedang qiraat dengan enam
huruf lainnya ditingalkan. Keputusan ini tidak salah, sebab qiraat dengan tujuh
huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah mewajibkan qiraat dengan tujuh
huruf itu semua, tentu setiap huruf harus disampaikan secara mutawatir sehingga
menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya. Ini menunjukkan bahwa qiraat
dengan tujuh huruf itu termasuk dalam katergori keringanan. Dan bahwa yang
wajib ialah menyampaikan sebagian dari ketujuh huruf tersebut secara mutawatir
dan inilah yang terjadi.
Ibn Jarir mengatakan berkenaan
dengan apa yang telah dilakukan oleh Usman: 'Ia menyatukan umat islam dengan
satu mushaf dan satu huruf, sedang mushaf yang lain disobek. Ia memerintahkan
dengan tegas agar setiap orang yang mempunyai mushaf "berlainan"
dengan mushaf yang disepakati itu membakar mushaf tersebut, umatpun
mendukungnya dengan taat dan mereka melihat bahwa dengan bagitu Usman telah
bertindak sesuai dengan petunjuk dan sangat bijaksana. Meka umat meninggalkan
qiraat dengan enam huruf lainnya sesuai dengan permintaan pemimpinnya yang adil
itu; sebagai bukti ketaatan umat kepadanya dan karena pertimbangan demi
kebaikan mereka dan generasi sesudahnya. Dengan demikian segala qiraat yang
lain sudah dimusnahkan dan bekas-bekasnya juga sudah tidak ada. Sekarang sudah
tidak ada jalan bagi orang yang ingin membaca dengan ketujuh huruf itu dan kaum
muslimin juga telah menolak qiraat dengan huruf-huruf yang lain tanpa
mengingkari kebenarannya atau sebagian dari padanya, tetapi hal itu bagi kebaikan
kaum muslimin itu sendiri. Dan sekarang tidak ada lagi qiraat bagi kaum
muslimin selain qiraat dengan satu huruf yang telah dipilih olah imam mereka
yang bijaksana dan tulus hati itu. Tidak ada lagi qiraat dengan enam huruf
lainya.
Apa bila sebagian orang lemah
pengetahuan berkata: Bagaimana mereka boleh meninggalkan qiraat yang telah
dibacakan oleh Rasulullah dan diperintahkan pula membaca dengan cara itu? maka
jawabnya ialah: 'Sesungguhnya perintah Rasulullah kepada mereka untuk
membacanya itu bukanlah perintah yang menunjukkan wajib dan fardu, tetapi
menunjukkan kebolehan dan keringanan (rukshah). Sebab andaikata qiraat dengan
tujuh huruf itu diwajibkan kepada mereka, tentulah pengetahuan tentang setiap
huruf dari ketujuh huruf itu wajib pula bagi orang yang mempunyai hujjah untuk
menyampaikannya, bertanya harus pasti dan keraguan harus dihilangkan dari para
qari. Dan karena mereka tidak menyampaikan hal tersebut, maka ini merupakan
bukti bahwa dalam masalah qiraat mereka boleh memilih, sesudah adanya orang
yang menyampaikan Qur'an di kalangan umat yang penyampaiannya menjadi hujjah
bagi sebagian ketujuh huruf itu.
Jika memang demikian halnya maka
mereka tidak dipandang telah meninggalkan tugas menyampaikan semua qiraat yang
tujuh tersebut, yang menjadi kewajiban bagi mereka untuk menyampaikannya.
Kewajiban mereka ialah apa yang sudah mereka kerjakan itu. Karena apa yang
telah mereka lakukan tersebut ternyata sangat berguna bagi Islam dan kaum
muslimin. Oleh karena itu menjalankan apa yang menjadi kewajiban mereka sendiri
lebih utama dari pada melakukan sesuatu yang malah akan lebih merupakan bencana
terhadap islam dan pemeluknya dari pada menyelamatkannya."
d. Perbedaan antara Pengumpulan Abu
Bakar dengan Usman
Dari teks-teks di atas jelaslah bahwa
pengumpulan (mushaf oleh) Abu Bakar berbeda dengan pengumpulam yang dilakukan
Usman dalam motif dan caranya. Motif Abu Bakar adalah kekhawatiran beliau akan
hilangnya Qur'an karena banyaknya para huffaz yang gugur dalam peperangan yang
banyak menelan korban dari para qari. Sedang motif Usman dalam mengumpulkan
Qur'an ialah karena banyaknya perbedaan dalam cara-cara membaca Qur'an yang
disaksikannnya sendiri di daerah-daerah dan mereka saling menyalahkan antara
satu dengan yang lain.
Pengumpulan Qur'an yang dilakukan
Abu Bakar ialah memindahkan satu tulisan atau catatan Qur'an yang semula
bertebaran di kulit-kulit binatang, tulang, dan pelepah kurma, kemudian
dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya yang
tersusun serta terbatas dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya
serta terbatas dengan bacaan yang tidak dimansukh dan tidak mencakup ketujuh
huruf sebagaimana ketika Qur'an itu diturunkan.
Sedangkan pengumpulan yang dilakukan
Usman adalah menyalinnya menjadi satu huruf diantar ketujuh huruf itu, untuk
mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu huruf yang mereka baca
tanpa keenam huruf lainnya. Ibnut Tin dan yang lain mengatakan: "Perbedaan
antara pengumpulan Abu Bakar dan Usmanialah bahwa pengumpulan yang dilakukan
Abu Bakar disebabkan oleh kekawatiran akan hilangnya sebagian Qur'an karena
kematian para penghafalnya, sebab ketika itu Qur'an belum terkumpul disatu
tempat. Lalu Abu Bakar mengumpulkannya dalam lembaran-lembaran dengan
menertibkan ayat-ayat dan surahnya. Sesuatu dengan petunjuk Rasulullah kepada
mereka. Sedang pengumpulam Usman sebabnya banyaknya perbedaan dalam hal qiraat,
sehingga mereka membacanya menurut logat mereka masing-masing dengan bebas dan
ini menyebabkan timbulnya sikap saling menyalahkan, karena kawatir akan timbul
bencana, Usman segera memerintahkan menyalin lembaran-lembaran itu dalam satu
mushaf dengan menertibkan surah-surahnya dan membatasinya hanya pada bahasa
quraisy saja dengan alasan bahwa qur'an diturunkan dengan bahasa mereka
(quraisy). Sekalipun pada mulanya memang diizinkan membacanya dengan bahasa
selain quraisy guna menghindari kesulitan. Dan menurutnya keperluan demikian
ini sudah berakhir, karena itulah ia membatasinya hanya pada satu logat saja.
Al-Haris al-Muhasibi mengatakan: "Yang masyhur di kalangan orang banyak
ialah bahwa pengumpul Qur'an itu Usman. Pada hal sebenarnya tidak demikian,
Usman hanyalah berusaha menyatukan umat pada satu macam (wajah) qiraat, itupun
atas dasar kesepakatan antara dia dengan kaum muhajirin dan anshar yang hadir
dihadapannya.serta setelah ada kekhawatiran timbulnya kemelut karena perbedaan
yang terjadi karena penduduk Iraq dengan Syam dalam cara qiraat. Sebelum itu
mushaf-mushaf itu dibaca dengan berbagai macam qiraat yang didasarkan pada
tujuh huruf dengan mana Qur'an diturunkan. Sedang yang lebih dahulu
mengumpulkan Qur'an secara keseluruhan (lengkap) adalah Abu Bakar
as-Sidiq."
Dengan usahanya itu Usman telah
berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dan mengikis sumber perselisihan serta
menjaga isi Qur'an dari penambahan dan penyimpangan sepanjang zaman.
(Eramuslim)
Wallahu a'lam bishshawab Wassalamu
'alaikum Wr. Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar