Saat
Istri Datang Bulan
Bismillahir-Rahmanir-Rahim ….
Sebagai karyawan swasta, aktivitas saya cukup melelahkan. Pergi pagi-pagi,
pulang malam. Lima hari dalam sepekan saya bekerja, dua hari sisanya untuk
istirahat. Namun, libur kali ini yang namanya istirahat hanyalah tinggal
harapan. Setelah mendengar omelan bos di kantor, di rumah pun ternyata ada
episode lanjutan, yaitu “omelan” sang istri.
Usai shalat subuh saya kembali
merapat ke pulau kapuk alias kasur. Sekitar jam 07.30 sebuah colekan tangan kecil
membangunkan saya dari tidur. Rupanya anak saya yang baru berumur empat tahun.
“Pa, bangun kata mama!”
Tak lama berselang istriku pun
muncul, “Pa, bangun, dong! O ya, jangan lupa, kita kan dah beli Aquaproof, yang
bocor kemarin ditambal sekalian dilihat-lihat gentengnya siapa tahu ada yang
pecah, tapi sebelum itu tolong jemur dulu pakaian, itu dah kusiapin di ember.”
Saat itu saya ragu untuk memilih,
bangun atau melanjutkan tidur saja. Maklum, instruksi istri ngalahin mertua
yang pensiunan tentara. Namun akhirnya saya memilih untuk bangun juga. Setelah
cuci muka dan gosok gigi, saya makan. Nah, ketika itulah istri saya meraih sapu
dan menyapu ke arah tempat saya makan. Saat diingatkan, istri menjawab agak
ketus, “Mumpung libur! bersih-bersih, rapi-rapi… O ya, mobil udah berapa hari
ini gak dipakai, tolong dipanasin. Sekalian antar anak ke playgroup!” Saya rasa
saya mulai pusing untuk menginventarisir perintah-perintah nyonya rumah.
Setelah sarapan, saya mulai menjemur
pakaian, lalu memperbaiki genteng bocor. Saat itulah terdengar lagi protes
istri tercinta karena melihat cara menjemur saya yang bertumpuk dan
tumpang-tindih. Sore ba’da Maghrib, satu ide terbersit dalam benak saya, nanti
malam akan saya dekati istri saya dan mencari tahu apa gerangan yang membuat
istri saya morang-maring tidak seperti biasanya.
Selesai shalat Isya dan makan malam,
tidak lama berselang, istri saya masuk kamar. Kelihatannya ia lelah. Di kamar,
saya hampiri istri yang sedang membaca majalah sambil menina-bobokan si kecil,
“Ma… Kenapa? Kelihatannya hari ini Mama be-te ya?” seraya saya raih pundaknya.
“Iya sih, maafin Mama ya, Pa. Sebenarnya Mama gak bermaksud ngomelin Papa.
Malah jadinya kasihan karena dari pagi sampai petang kerja terus. Semestinya
kan Papa bisa istirahat. Maklum ya, Pa. Mama kan udah waktunya datang tamu
bulanan.”
Mendengar itu saya hampir loncat
dari tempat tidur. O iya…, istriku sudah waktunya datang bulan! Ya ampuun… Kok
saya belum juga bisa mengingatnya dengan baik. Coba kalau terbiasa, pasti saya
lebih bisa memaklumi perilakunya tadi. Astaghfirullah, saya sudah berburuk
sangka pada istri saya sendiri.
Sebagai suami saya sadar, saya harus
meningkatkan kepedulian dan perhatian saya kepada istri, sekalipun untuk
hal-hal kecil, termasuk bila sang ‘tamu’ sudah waktunya datang. Sejak kejadian
itu saya bertekad untuk lebih memperhatikan istri, rajin membantunya di rumah,
dan tentu lebih menyayangi keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar