Onani, kebiasaan yang tersembunyi
Oleh:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Tanya
:
Jawab :
“Melakukan
kebiasaan tersembunyi (onani), yaitu mengeluarkan mani dengan tangan atau
lainnya hukumnya adalah haram berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah serta
penelitian yang benar.
Dalam
Al-Qur’an dinyatakan :
(yang
artinya) : “Dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya, [6] kecuali terhadap isteri-isteri mereka
atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
tercela. [7] Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas.
[QS Al Mu'minuun: 5 - 7]
Siapa
saja mengikuti dorongan syahwatnya bukan pada istrinya atau budaknya, maka ia
telah “mencari yang di balik itu”, dan berarti ia melanggar batas berdasarkan
ayat di atas.
Rasulllah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Wahai
sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan
hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih
menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa,
karena puasa itu dapat membentenginya” [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim
no. 1400 dari Ibnu Mas'ud]
Pada
hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang
tidak mampu menikah agar berpuasa. Kalau sekiranya melakukan onani itu boleh,
tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkannya. Oleh karena
beliau tidak menganjurkannya, padahal mudah dilakukan, maka secara pasti dapat
diketahui bahwa melakukan onani itu tidak boleh.
Penelitian
yang benar pun telah membuktikan banyak bahaya yang timbul akibat kebiasaan tersembunyi
itu, sebagaimana telah dijelaskan oleh para dokter. Ada bahayanya yang kembali
kepada tubuh dan kepada system reproduksi, kepada fikiran dan juga kepada
sikap. Bahkan dapat menghambat pernikahan yang sesungguhnya. Sebab apabila
seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan biologisnya dengan cara seperti itu,
maka boleh jadi ia tidak menghiraukan pernikahan.
[As ilah
muhimmah ajaba ‘alaiha Ibnu Utsaimin, hal. 9, disalin dari buku Fatawa
Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram]
Tanya
:
Syaikh
Abdul Aziz bin Baz ditanya : “Ada seseorang yang berkata ; Apabila seorang lelaki perjaka
melakukan onani, apakah hal itu bisa disebut zina dan apa hukumnya ?”
Jawab :
Ini
yang disebut oleh sebagian orang “kebiasaan tersembunyi”
dan disebut pula “jildu ‘umairah” dan ‘‘istimna” (onani). Jumhur ulama
mengharamkannya, dan inilah yang benar, sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika
menyebutkan orang-orang Mu’min dan sifat-sifatnya.
(yang
artinya) : “Dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya, [6] kecuali terhadap isteri-isteri mereka
atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
tercela. [7] Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas.
[QS Al Mu'minuun: 5 - 7]
Al-‘Adiy
artinya orang yang zhalim yang melanggar aturan-aturan Allah.
Di
dalam ayat di atas Allah memberitakan bahwa barangsiapa yang tidak bersetubuh
dengan istrinya dan melakukan onani, maka berarti ia telah melampaui batas ;
dan tidak syak lagi bahwa onani itu melanggar batasan Allah.
Maka
dari itu, para ulama mengambil kesimpulan dari ayat di atas, bahwa kebiasaan
tersembunyi (onani) itu haram hukumnya. Kebiasaan rahasia itu adalah
mengeluarkan sperma dengan tangan di saat syahwat bergejolak. Perbuatan ini
tidak boleh ia lakukan, karena mengandung banyak bahaya sebagaimana dijelaskan
oleh para dokter kesehatan.
Bahkan
ada sebagian ulama yang menulis kitab tentang masalah ini, di dalamnya
dikumpulkan bahaya-bahaya kebiasan buruk tersebut. Kewajiban anda, wahai
penanya, adalah mewaspadainya dan menjauhi kebiasaan buruk itu, karena sangat
banyak mengandung bahaya yang sudah tidak diragukan lagi, dan juga betentangan
dengan makna yang gamblang dari ayat Al-Qur’an dan menyalahi apa yang
dihalalkan oleh Allah bagi hamba-hambaNya.
Maka
ia wajib segera meninggalkan dan mewaspadainya. Dan bagi siapa saja yang
dorongan syahwatnya terasa makin dahsyat dan merasa khawatir terhadap dirinya
(perbuatan yang tercela) hendaknya segera menikah, dan jika belum mampu
hendaknya berpuasa, sebagaimana arahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. (artinya) : “Wahai
sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan
hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih
menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendakanya berpuasa,
karena puasa itu dapat membentenginya”
[Muttafaq ‘Alaih]
Didalam
hadits ini beliau tidak mengatakan : “Barangsiapa yang belum mampu, maka
lakukanlah onani, atau hendaklah ia mengeluarkan spermanya”, akan tetapi beliau
mengatakan : “Dan
barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat
membentenginya”
Pada
hadits tadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dua hal, yaitu
:
Pertama. Segera menikah bagi yang mampu.
Kedua. Meredam nafsu syahwat dengan melakukan puasa bagi orang
yang belum mampu menikah, sebab puasa itu dapat melemahkan godaan dan bisikan
syetan.
Maka
hendaklah anda, wahai pemuda, beretika dengan etika agama dan
bersungguh-sungguh di dalam berupaya memelihara kehormatan diri anda dengan
nikah syar’i sekalipun harus dengan berhutang atau meminjam dana. Insya Allah,
Dia akan memberimu kecukupan untuk melunasinya.
Menikah
itu merupakan amal shalih dan orang yang menikah pasti mendapat pertolongan,
sebagaimana Rasulullah tegaskan di dalam haditsnya. (yang artinya) : “Ada tiga orang yang pasti (berhak)
mendapat pertolongan Allah Azza wa Jalla : Al-Mukatab (budak yang berupaya
memerdekakan diri) yang hendak menunaikan tebusan darinya. Lelaki yang menikah
karena ingin menjaga kesucian dan kehormatan dirinya, dan mujahid (pejuang) di
jalan Allah” [Diriwayatkan oleh At-Turmudzi,
Nasa’i dan Ibnu Majah]
Hukum
“Oral Sex”
Posted by Admin
pada 11/07/2009
Penulis:
Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah
Apa
hukum oral seks?
Jawab:
Mufti
Saudi Arabia bagian Selatan, Asy-Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi
hafizhohullah menjawab sebagai berikut,
“Adapun isapan istri terhadap
kemaluan suaminya (oral sex), maka ini adalah haram, tidak dibolehkan. Karena
ia (kemaluan suami) dapat memencar. Kalau memencar maka akan keluar darinya air
madzy yang dia najis menurut kesepakatan (ulama’). Apabila (air madzy itu)
masuk ke dalam mulutnya lalu ke perutnya maka boleh jadi akan menyebabkan
penyakit baginya.
Dan Syaikh Ibnu Baz rahimahullah telah berfatwa tentang
haramnya hal tersebut –sebagaimana yang saya dengarkan langsung dari beliau-.”
Dan
dalam kitab Masa`il Nisa’iyyah Mukhtarah Min Al-`Allamah Al-Albany karya Ummu
Ayyub Nurah bintu Hasan Ghawi hal. 197 (cet. Majalisul Huda AI¬Jaza’ir), Muhadits
dan Mujaddid zaman ini, Asy-Syaikh AI-`Allamah Muhammad Nashiruddin AI-Albany
rahimahullah ditanya sebagai berikut:
“Apakah boleh seorang perempuan
mencumbu batang kemaluan (penis) suaminya dengan mulutnya, dan seorang lelaki
sebaliknya?”
Beliau
menjawab:
“Ini adalah perbuatan sebagian
binatang, seperti anjing.
Dan kita punya dasar umum bahwa dalam banyak hadits, Ar-Rasul melarang untuk
tasyabbuh (menyerupai) hewan-hewan, seperti larangan beliau turun (sujud)
seperti turunnya onta, dan menoleh seperti
tolehan
srigala dan mematuk seperti patukan burung gagak. Dan telah dimaklumi pula
bahwa nabi Shallallahu `alahi wa sallam telah melarang untuk tasyabbuh dengan
orang kafir, maka diambil juga dari makna larangan tersebut pelarangan
tasyabbuh dengan hewan-hewan -sebagai penguat yang telah lalu-, apalagi hewan
yang telah dlketahui kejelekan tabiatnya. Maka seharusnya seorang muslim dan
keadaannya seperti ini- merasa tinggi untuk menyerupai hewan-hewan.”
Dan
salah seorang ulama besar kota Madinah, Asy-Syaikh AI-`Allamah `Ubaid bin
‘Abdillah bin Sulaiman AI-Jabiry hafizhahullah dalam sebuah rekaman, beliau
ditanya sebagai berikut,
“Apa hukum oral seks’?“ Beliau menjawab:
“Ini
adalah haram, karena is termasuk tasyabbuh dengan hewan-hewan. Namun banyak di
kalangan kaum muslimin yang tertimpa oleh perkara-perkara yang rendah lagi
ganjil menurut syari’at, akal dan fitrah seperti ini. Hal tersebut karena ia
menghabiskan waktunya untuk mengikuti rangkaian film-film porno melalui video
atau televisi yang rusak. Seorang lelaki muslim berkewajiban untuk menghormati
istrinya dan jangan ia berhubungan dengannya kecuali sesuai dengan perintah
Allah. Kalau ia berhubungan dengannya selain dari tempat yang Allah halalkan
baginya maka tergolong melampaui batas dan bermaksiat kepada Allah dan
Rasul-Nya shallallahu ‘alahi wa sallam.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar