Kisah nyata yang LUAR BIASA
►(RUGI kalau TIDAK BACA)
The Power of Family: Kisah Nyata Dahsyatnya
Keluarga Sakinah
Bismillaahirr Rahmanirr Rahim ...
Namaku Wina lengkapnya Sri Winarsih, kini usiaku
sudah mencapai 28 tahun. Aku dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana.
Ayahku seorang pegawai negeri dengan penghasilan yang sangat rendah, sedangkan
ibu seorang ibu rumah tangga yang hanya dapat membantu meringankan suaminya
dengan berjualan jajanan keliling kampung. Seingatku, aku tidak pernah mendengar
ayah ibuku mengeluhkan tentang hal itu.
Aku dilahirkan dalam kondisi yang sangat
memprihatinkan. Aku tidak sempurna seperti bayi-bayi lainnya, tubuhku kecil
karena aku lahir prematur. Mungkin karena ibu terlalu giat bekerja agar dapat
membantu ayahku dalam mencari nafkah. Oleh karena orang tua tidak mempunyai
banyak biaya untuk perawatanku di rumah sakit, maka orang tuaku membawaku
pulang ke rumah untuk dirawat dengan peralatan seadanya. Berkat dukungan
ayahku, ibuku merawatku sebaiknya mungkin dengan sangat berhati-hati.
Sehubungan aku lahir belum cukup umur maka tubuhku membutuhkan kehangatan yang
lebih, kata ibuku dulu untuk dapat menghangat tubuhku maka digunakan lampu
belajar bekas pemberian tetangga. Orang tuaku berharap aku dapat tumbuh dengan
sempurna seperti layaknya anak-anak pada umumnya.
Alhamdulillah dengan dukungan ayahku dan berkat
pertolongan Allah maka aku dapat tumbuh dengan cepat dan sehat. Namun di tengah
perjalanan hidupku terjadi suatu kecelakaan yang dampaknya terasa hingga tamat
SMA. Saat berusia 5 bulan aku jatuh dari tempat tidur ibuku. Saat itu ibuku
sedang membuat kue untuk dijual hari itu. Ibu terkejut mendengar tangisanku
yang secara tiba-tiba itu. Aku sudah tergeletak di atas lantai. Setelah
diperiksa, alhamdulillah tidak ada cedera di tubuhku. Ibu tidak membawaku ke
rumah sakit hanya diperiksa sendiri saja, karena saat itu ibu tidak punya uang.
Dengan cekatan ibu menggendongku dengan penuh kasih sayang, dengan
kehangatannya yang hingga saat ini masih terasa dan selalu kurindukan.
Sejak kecil aku mengalami kesulitan dalam
melakukan gerakan, tubuhku kaku, tidak lincah seperti teman-temanku. Semakin
besar gerakanku semakin kaku, sampai akhirnya aku di bawa ke rumah sakit yang
berada jauh dari desa kami tinggal. Sebetulnya orang tuaku tidak mempunyai uang
untuk itu, tetapi dengan berbagai usaha yang halal akhirnya ayahku mampu
mengumpulkan sedikit uang untuk berobat ke kota.
Sesampainya di rumah sakit aku ditangani oleh
seorang dokter yang cantik dan baik hati, lemah lembut tutur katanya, namanya
dokter Mila.
Dari pemeriksaannya ternyata aku mengalami
kelainan pada tulang kaki dan tanganku, sehingga aku harus menjalani beberapa
terapi untuk menormalkan kembali fungsi tulang-tulangku agar bisa berjalan
dengan baik. Salah satu penyebabnya kemungkinan pada saat aku terjatuh pada
usia 5 bulan itu. Baru beberapa hari aku tinggal di rumah sakit persediaan uang
ayahku menipis, akhirnya dengan sangat terpaksa ayah ibu membawaku kembali ke
kampung. Orang tuaku pasrah atas ujian yang Allah berikan. Apapun yang akan
terjadi semua adalah kehendak-Nya. Usaha orang tuaku patut kuacungi dua jempol,
bahkan bila memungkinkan empat jempol sekaligus.
Dengan telaten setiap hari ibuku melakukan
terapi sendiri di rumah, sementara ayahku membuatkan aku tempat untuk belajar
berjalan dari bambu. Sebelum ayahku pergi bekerja aku selalu diajak untuk
melakukan latihan secara rutin dengan penuh kasih sayang. Aku melihat tidak ada
sedikitpun guratan kesedihan di wajah mereka, senyum bahagia selalu menyelimuti
bibirnya saat memberi semangat padaku untuk melakukan latihan tersebut. Apalagi
kalau sudah melihat aku bosan, ibu selalu membujuknya dengan janji akan
membuatkan aku makanan kesukaanku. Ayah pun demikian tidak pernah luput
memujiku dengan perkembangan kemampuanku untuk berjalan.
Tanpa terasa aku sudah duduk di bangku SMA, aku
masih selalu diantar jemput oleh ibuku karena aku memang belum dapat berjalan
dengan sempurna. Jalanku masih pelan-pelan takut jatuh, ibu selalu menggandeng
tanganku dan memapah aku berjalan. Kegigihan beliau dalam membimbing,
benar-benar memacu hatiku untuk bertekad mewujudkan cita-citaku menjadi seorang
dokter ahli tulang yang cantik dan sukses seperti Dokter Mila.
Hari demi hari kulalui dengan dukungan dan
kehangatan orang tuaku, terutama ibu. Sampailah pada tahun ke 3 di SMA,
prestasi belajarku melesat cepat, nilai pelajaranku sangat baik.
Pertolongan Allah pun tiba. Aku mendapatkan
bantuan dari Pak Haji Sholehudin, seorang yang dermawan di kampungku, sehingga
orang tuaku tidak begitu dipusingkan dengan biaya sekolahku di SMA. Walaupun
demikian ayah dan ibuku tidak berhenti atau bermalas-malasan mencari nafkah,
karena pada prinsipnya tidak mau merepotkan orang lain.
Pak Haji Sholeh adalah pedagang di pasar di
kota, istri tercintanya telah meninggal dunia 15 tahun yang lalu. Meski
usahanya sangat maju namun kehidupannya sangat sederhana. Beliau hidup bersama
5 orang anak yatim piatu di rumahnya yang sangat sederhana. Kepeduliannya
kepada orang yang tidak mampu jauh lebih peduli dibandingkan dengan orang kaya
yang ada di kampungku. Menurut cerita dari ibuku, sejak masih muda beliau gemar
sekali bersedekah, begitu pula dengan almarhum istrinya. Baginya harta dia
sesungguhnya adalah harta yang dia berikan untuk orang lain. Subhanallah!!
...Allah mendengar doa dan harapan orangtuaku
dalam shalat Tahajud di keheningan malam yang sepi. Tak henti-hentinya ibu
berdoa untuk kebahagiaan dan keberhasilanku...
Dengan segala keterbatasan dan dukungan dari
orangtua, aku mampu menyelesaikan pendidikan di SMA dengan prestasi dan nilai
yang gemilang. Acara wisuda di sekolah sangat meriah. Kami saling berpelukan,
menangis karena haru bahagia. Kami sadar kami akan berpisah dengan teman-teman
dan entah apakah kami akan bertemu kembali atau tidak. Kelak kami akan menjadi
apa? Kami tidak tahu, semua itu adalah rahasia Ilahi.
Allah mendengar dan mengabulkan semua doa dan
harapan orang tuaku, yang selalu kudengar saat ibuku selesai menunaikan shalat
Tahajud di keheningan malam yang sepi. Bersamaan dengan mengalirnya airmata
dari bola matanya yang indah kemudian sebait doa pun meluncur dari bibirnya.
Tak henti-hentinya ibu selalu mendoakan aku, demi kebahagiaanku,
keberhasilanku. Kadang aku berpikir kapankah ibu tidur? Setiap aku terbangun
ibu sedang berzikir, berdoa, mengaji, shalat dan banyak lagi serangkaian ibadah
yang dilakukannya.
Selepas SMA aku diterima di Perguruan Tinggi
Negeri yang paling terkemuka di Indonesia, dengan jurusan yang diminati banyak
pelajar SMA yaitu Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI).
Terima kasih Ya Allah, Kau mengabulkan
cita-citaku menjadi mahasiswa kedokteran apalagi di Universitas Indonesia.
Subhanallah tiada henti-hentinya aku bersyukur.
Mendapat kenikmatan besar dan musibah memilukan
Qadarullah, mungkin karena kelewat bahagianya
mendengar aku diterima di Fakultas Kedokteran UI, ayahku kena serangan jantung
kemudian meninggal dunia. Sejak itu ibuku hijrah ke Jakarta, menemaniku karena
aku saat itu belum sempurna betul. Setelah mengantarkan aku ke kampus, ibu pergi
bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah seorang dokter yang kebetulan
menjadi dosenku, namanya dr. Sudiyanto SpBO (dokter Spesialis Bedah Orthopedi).
Dosen yang baik hati ini memiliki 2 anak yang secara kebetulan anak sulungnya
adalah kakak kelasku, 3 tahun diatasku.
Dr Sudiyanto pun merasa prihatin dengan
kondisiku, sehingga dengan tulus membantuku pengobatanku dengan terapi medis
secara gratis. Alhamdulillah dalam jangka waktu 1,5 tahun aku sudah dapat
berjalan dan tanganku dapat digerakkan dengan lentur seperti teman-temanku yang
lainnya.
Sepeninggal ayah, aku mendapatkan beasiswa
karena aku termasuk anak yatim yang berprestasi, dan dari keluarga yang miskin.
Hari demi hari kulalui bersama ibuku, dengan
kesetiaannya ibuku selalu menemani aku dalam belajar, selalu memberi semangat,
menjadi inspirasiku dalam menyelesaikan studiku. Dalam jangka waktu 5 tahun aku
lulus sebagai dokter umum, kemudian dilanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi sebagai dokter spesialis bedah orthopedic, sesuai cita-citaku
dulu. Pendidikan ini pun dapat kuselesaikan dalam jangka waktu 3 tahun. Allahu
akbar!
...Ibu telah mengantarkan aku menjadi seorang
dokter dengan kelembutan, kesabaran, ketekunan, dan doa tulus yang dikabulkan
Allah...
Tibalah saatnya aku menjalani wisuda sebagai
Dokter Spesialis Bedah Ortopedi. Dalam hatiku dan selalu dipenuhi rasa syukur
kepada Allah. Malam hari sebelum wisuda aku tidak bisa tidur, kupandangi wajah
ibuku yang sudah tampak tua kelelahan, aku hanya bisa berucap lembut: “Ibuuuuu,
terima kasih karena kau telah mengantarkan aku menjadi seorang dokter dengan
kelembutan, kehangatan, kesabaran, ketekunan, yang pasti doamu sangat tulus
untukku, Allah telah mengabulkan doamu. Aku persembahkan gelar dan ijazahku
untukmu, engkaulah yang patut mendapatkan gelar itu. Ibuuuu aku sangat
mencintaimu…”
Tanpa terasa matahari pun muncul dari
persembunyiannya, aku dan ibuku sibuk mempersiapkan diri untuk menghadiri
upacara wisuda. Kami berangkat dengan menggunakan becak, namun tiba-tiba kami
dikejutkan dengan kedatangan Dr Ade Sutisna, putra sulung Dr Sudiyanto.
Saat itu kami hendak menaiki becak yang sudah
kami pesan, dengan sedikit memaksa beliau mengajak kami untuk ikut masuk ke
dalam kendaraannya. Sebagai penghargaan padanya akhirnya kami mengikutinya.
Sesampainya di kampus UI ternyata aku sudah ditunggu oleh Dr Sudiyanto dan
istrinya.
▬Subhanallah di zaman modern ini masih tersisa
manusia ningrat yang mau menjadikan orang miskin menjadi menantu tanpa
pertentangan▬
Sepulang acara wisuda, malam harinya keluarga Dr
Ade Sutisna berkunjung ke rumah kontrakan kami yang sangat kecil. Di luar
dugaan, kunjungan mereka bertujuan melamarku untuk dijodohkan dengan Dr Ade.
Subhanallah, kami hanya mampu menangis haru dan rasa syukur. Ternyata di zaman
modern ini masih tersisa manusia ningrat yang mau menjadikan orang miskin ini
menjadi menantunya tanpa proses pertentangan. Rupanya sejak aku masuk kuliah
Dr. Sudiyanto sudah berniat menjodohkan aku dengan putranya. Tanpa
sepengetahuan beliau dr Ade menaruh hati padaku.
Dua tahun kemudian kami menikah dan merajut
keluarga sakinah hingga sekarang. Dalam kebahagiaanku, kebaikan almarhum ayahku
tak pernah terlupakan. Hanya doa yang kupanjatkan kepada Allah, satu-satunya
balas jasaku pada ayahku. Semoga doaku menjadi amal ayah yang tiada terputus.
Duhai ayah, seandainya saat ini Allah
mengizinkanmu masih hidup, betapa bahagianya dirimu, ikut merasakan
kebahagiaanku. [voa-islam.com]
▬Subhanallah di zaman modern ini masih tersisa
manusia ningrat yang mau menjadikan orang miskin menjadi menantu tanpa
pertentangan▬
Tidak ada komentar:
Posting Komentar